Harga Batubara Melonjak Naik hingga 7 kali lipat dari tahun lalu, Dampak perang yang sedang berlangsung ?


Semenjak minyak dunia mengalami kenaikan akibat dari perang yang berlangsung saat ini di seluruh Rusia dan Ukraina, begitu juga dengan Batubara semakin bergejolak. Bergejolaknya harga batubara pada tahun 2022 telah menimbulkan krisis multi-dimensi di beberapa negara. 

Batubara yang diharapkan untuk dikurangi penggunaanya baik untuk pembangkit listrik atau yang disebut dengan thermal coal maupun untuk industri pengelolaan mineral (cooking coal) l, dengan semakin tinggi kebutuhannya. Hal ini akan memberikan dampak terhadap usaha untuk mengurangi emisi gas buang akibat penggunaan batubara ini.

Harga batubara untuk kalori 6000 kcal/kg NAR, FOB di Newcastle Ausyralia misapnya saat ini sudah mencapai $ 400 per ton untuk pengiriman quarter ketiga di tahun ini. Jika dibandingkan dengan harga rata-rata pada tahun 2020 untuk kalori yang sama hanya $ 60 per ton. 

Naik sekitar 7 kali lipat. Dapat dipahami bahwa onglos yang ditanggung oleh pembeli batubara, kemudian diteruskan ke konsumen lewat naiknya harga energi yang berakibat pada inflasi di negara tersebut.

Negara India sebagai salah satu negara pengimpor batubara terbesar di dunia mengalami kenaikan kebutuhan listrik pada tahun ini. kondisi ini juga diperparah oleh turunnya produksi batubara dalam negeri akibat musim hujan yang diatas normal. 

Sektor kelistrikam di negara India sangat bergantung kepada  (44%) batubara,  25 % oil dan 13% biomass. Konstribusi dari nuklir dan gas semakin berkurang sehingga batubara menjadi pikihan yang tidak bisa terelakkan.

Produksi batubara dari Rusia mengalami penurunan akibat perang dengan Ukraina. Untuk dapat berproduksi, batubara yang semula ditujukan untuk kebutuhan negara Eropa kini dialihkan ke wilayah timur Rusia. Sayangnya yang dibutuhkan bukan jenis thermal coal, tapi coking coal sehingga tambang yang punya thermal coal perlahan akan berhenti berproduksi.

Kelima, terjadinya penggantian presiden Colombia yang berjanji dalam masa kampanye untuk tidak memperpanjang kontrak-kontrak penambangan batubara. Seperti yangbkita ketahui Kolombia termasuk negara pengekspor batubara yang cukup berpengaruh.

Ada juga akibat dari terganggunya ketersediaan energi untuk pembangkit listrik dan pemanas di Eropa terutamanya ketidakpastian suplai gas dari Rusia. Krisis Rusia dan Ukraina menyadarkan kita akan dampaknya terhadap banyak sektor. 

Lebih jauh lagi, suplai listrik dari PLTA di negara-negara Scandinavia dan gangguan pembangkit nuklir di Perancis telah menambah tekanan untuk mencari energi pengganti. Dengan keada terpaksa pilihan jatuh pada penggunaan kembali PLTU.